Tampilkan postingan dengan label Lentera Ilahi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lentera Ilahi. Tampilkan semua postingan

12. ADAB MEMBACA AL-QURAN

Barang siapa membaca Al-Quran dan tidak merendahkan dirinya di hadapan Allah, yang hatinya tidak melembut, atau tidak menyesali dan tidak diliputi rasa takut, berarti ia memandang rendah luarnya kuasa Tuhan dan jelas berasa dalam kesesatan.

Orang yang membaca Al-Quran membutuhkan tiga hal, yaitu hati yang dipenuhi rasa takut, tubuh yang tenang dan siap menerima, dan tempat yang patut untuk membaca. Jika hatinya merasa takut kepada Allah, setan yang terkutuk akan menjauh darinya, sebagaimana firman Allah: Jika kamu membaca Al-Quran, berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk. (QS Al-Nahl [16]:98) 

Ketika seseorang telah membebaskan dirinya dari segala gangguan, hatinya tentu akan tercurahkan kepada pembacaan itu, dan tak ada sesuatupun yang akan menghalanginya untuk meraih rahmat dari cahaya Al-Quran dengan segala manfaatnya. 

Jika menemukan sebuah tempat yang kosong dan menjauhkan diri dari orang-orang lain, setelah berhasil memenuhi dua syarat--yaitu kerendahan hati dan ketenangan jasmani--maka jiwa dan batinnya yang paling dalam akan merasakan penyatuan dengan Allah. Ia akan menemukan kebahagiaan lewat cara Allah berbicara dengan hamba-hambaNya yang berlaku benar, bagaimana Dia menunjukkan kelembutanNya kepada mereka, dan memilih mereka dengan segala tanda-tanda kemuliaan dan isyarat-isyarat keajaibanNya. 

Jika ia minum segelas dari minuman kebahagiaan itu, ia tidak akan memilih keadaan yang selain itu atau lebih menyukai itu dibanding amal kepatuhan dan ketaatan yang manapun, sebab disitu terkandung keintiman pembicaraan dengan Allah, tanpa ada perantara. 

Maka berhati-hatilah dengan caramu membaca kitab Tuhanmu, pelindung yang kepadaNya kamu menyembah, bagaimana kamu menanggapi perintah-perintahNya dan menghindari larangan-laranganNya, dan bagaimana kamu mematuhi batas-batasNya, sebab itu adalah kitab yang sangat hebat : "Tidak ada ada pemalsuan didalanya, sejak semula hingga seterusnya, diturunkan dari hadirat Yang Mahabijaksana dan Tumpuan Puji. (QS Fushilat [41]:42) 

Karena itu bacalah ia dengan cara yang tertib dan renungkanlah isinya, dan patuhilah batas-batas dari janji dan ancamanNya. 

Pikirkanlah contoh-contoh dan peringatan-peringatannya. Hati-hatilah agar tidak meremehkan pembacaan huruf-hurufnya dan jangan lupa untuk mempelajari batasan-batasan hukum yang terkandung di dalamnya.

11. MENINGGALKAN RUMAH

Ketika kamu meninggalkan rumah, lakukanlah hal itu seakan-akan kamu tidak akan kembali. Hendaklah kamu pergi semata-mata demi mematuhi perintah Allah atau demi keyakinan itu. Tetaplah tenang dan bermartabat dalam bersikap, dan ingatlah Allah baik secara diam-diam maupun terang-terangan. 

Salah seorang sahabat Abu Dzarr  bertamu ke rumah Abu Dzarr. Tapi Abu Dzarr tidak ada dirumah dan ia hanya bertemu dengan seorang wanita yang merupakan keluarga Abu Dzarr. 

Ia pun bertanya kepada wanita itu tentang Abu Dzarr. Wanita itu menjawab, "Dia pergi ke luar." Ketika orang itu bertanya lagi kapan Abu Dzarr kembali, wanita itu menjawab, "Kapan dia kembali itu bergantung pada orang lain." sebab Abu Dzarr  tidak memiliki kekuatan sendiri. 

Belajarlah dari ciptaan Allah, baik yang taat maupun yang ingkar, ke mana pun kamu pergi. Mohonlah kepada Allah agar menempatkanmu di antara hambaNya yang tulus dan jujur, dan agar menyatukanmu dengan orang-orang yang telah berpulang, serta agar menempatkanmu bersama mereka. Pujilah Dia, dan bersyukurlah atas telah berhasilnya kamu menghindari nafsu-nafsu karena pertolonganNya, dan perbuatan-perbuatan buruk orang-orang yang telah bersalah yang darinya Dia telah melindungimu. 

Tundukkanlah pandanganmu dari nafsu-nafsu duniawi dan hal-hal yang diharamkan, dan carilah jalan yang benar dalam perjalananmu. 

Bersikaplah waspada, takutlah kepada Allah dalam setiap langkahmu, seolah-olah kamu melewati jalan yang lurus. Jangan merasa bingung. 

Ucapkanlah salam kepada makhluk ciptaanNya, baik kamu mengucapkannya terlebih dahulu maupun menjawab salam itu. 

Berikanlah pertolongan kepada orang-orang yang memintanya untuk tujuan yang benar. 

Tunjukkanlah jalan kepada mereka yang tersesat dan abaikanlah orang yang bodoh. 

Ketika kamu kembali ke rumahmu, masuklah sebagai sesosok mayat yang memasuki kubur, yang dipikirkannya hanyalah menerima belas kasihan dan ampunan dari Allah.

10. MAKNA SYUKUR

Lewat setiap tarikan napas yang kamu hirup, suatu rasa syukur wajib tertanam di dalam hatimu--sesungguhnyalah, seribu rasa syukur atau bahkan lebih. Tingkat terendah rasa syukur adalah menyadari bahwa rahmat itu berasal dari Allah, lepas dari apapun penyebabnya, dan tanpa hatimu terpaku pada penyebab tersebut. 

Itu berarti merasa puas dengan apa yang diberikan oleh Nya; yaitu tidak mengingkari rahmatNya, atau menentangNya disebabkan rahmatNya itu. Jadilah seorang hamba yang tahu bersyukur kepada Allah dalam segala hal, dan kamu akan mendapati bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Pemurah dalam segala hal. 

Jika memang ada suatu cara yang dapat ditiru untuk beribadat kepada Allah bagi hambaNya yang paling taat, yang lebih baik daripada bersyukur pada tiap kesempatan, maka Dia akan menganggap cara peribadatan itu melebihi segala ciptaan yang lain. 

Karena tidak ada bentuk peribadatan yang lebih baik daripadanya, Dia telah memilih cara peribadatan dari cara-cara peribadatan yang lain, dan telah memilih mereka yang mengamalkan cara peribadatan itu dengan berfirman: Hanya sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang tahu bersyukur. (QS Saba'[34]:13) 

Rasa syukur yang sempurna berarti secara tulus menyesali ketidakmampuanmu untuk menyampaikan rasa terima kasihmu yang paling kecil, dan mengungkapkan itu dengan memuliakan Tuhan secara ikhlas. 

Hal itu terjadi karena menyampaikan rasa terima kasih itu sendiri merupakan suatu rahmat yang diberikan kepada hamba Allah yang untuk itu ia pun wajib berterima kasih; sikap seperti itu jelas mengandung kebaikan yang lebih besar dan tingkatan yang lebih tinggi daripada rahmat sebelumnya yang mendorongnya untuk menyampaikan terima kasih lebih dahulu. 

Oleh karena itu, setiap kali seseorang mengucapkan terima kasih, dia wajib mengucapkan terima kasih besar, dan demikian seterusnya tanpa ada batasnya (la nihayah), dan semua itu dilakukannya sementara ia terserap dalam rahmat-rahmatNya dan tidak mampu mencapai tingkat kesyukuran tertinggi. 

Sebab bagaimana mungkin seorang hamba dapat menyamakan rasa syukurnya dengan segala rahmat dari Allah, dan kapan ia dapat menyamakan tindakannya sendiri dengan tindakan Allah sedangkan selama itu hamba tersebut lemah dan tidak mempunyai kekuatan sama sekali, kecuali kekuatan yang berasal dari Allah ? 

Allah tidak membutuhkan kepatuhan hamba-hambaNya, sebab Dia mempunyai kekuatan untuk menambah rahmat itu selamanya. Karena itu, jadilah hamba yang tahu bersyukur kepada Allah, dan dengan cara tersebut kamu akan menyaksikan keajaiban-keajaiban.

9. MENJAGA DIRI (RI'AYAH)

Barang siapa menjaga hatinya dari ketidakpedulian, melindungi dirinya dari nafsu, menjaga akalnya dari kebodohan, akan dikumpulkan bersama golongan orang yang waspada. 

Dan orang yang melindungi pengetahuanya dari khayalan, keyakinannya dari bid'ah, dan hartanya dari hal-hal yang dilarang, akan berada bersama orang-orang yang berbudi lurus. Rasulullah Saw. bersabda, "Merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, untuk mencari ilmu," yaitu pengetahuan tentang diri. 

Oleh sebab itu, penting bagi seseorang untuk selalu mengungkapkan rasa syukurnya atau mengakui kelemahannya karena kurang bersyukur. Jika ini dapat diterima oleh Tuhan, maka akan menjadi kebaikan baginya, dan jika tidak maka akan merupakan keadilan baginya. 

Bagi setiap orang adalah penting untuk berusaha agar berhasil dalam amalan-amalan kepatuhannya, dan agar terlindung dalam usahanya untuk menahan diri dari melakukan hal-hal yang berbahaya. Dasar dari semua itu adalah pengakuan akan kebutuhan dan kebergantungan yang menyeluruh terhadap Allah, yaitu kewaspadaan dan kepatuhan. 

Kunci untuk itu adalah dengan menyerahkan segala persoalanmu kepada Allah, memupus harapan dengan selalu mengingat kematian, dan menyadari bahwa kamu berdiri di hadapan Yang Mahakuasa. Hal itu akan membuatmu terbebas dari kekangan, terselamatkan dari ancaman musuh, dan menemukan kedamaian diri. Sarana untuk mencapai ketulusan dalam kepatuhan adalah keselarasan, dan akar dari semua itu adalah sikap diri yang menganggap hidup itu hanya sementara, seakan-akan besok kita akan mati. 

Rasulullah Saw. bersabda, "Dunia ini hanya berlangsung selama satu jam saja, maka gunakanlah waktu itu untuk mematuhi perintah Tuhanmu." Pintu untuk memasuki semua itu adalah sikap selalu menarik diri dari dunia dengan terus menerus merenung. 

Sarana untuk menarik diri dari dunia ini adalah dengan berpuas diri, dan meninggalkan masalah-masalah eksistensial yang tidak menyangkut dirimu. Sarana untuk merenung adalah dengan meniadakan diri (tidak mempunyai nafsu), dan untuk menunjang peniadaan diri itu adalah dengan berpantang. 

Agar sempurna dalam berpantang diperlukan tindakan pencegahan dan pintu menuju pencegahan adalah rasa takut. Bukti rasa takut adalah sikap memuliakan Allah, kesetiaan untuk mematuhi perintah-perintahNya dengan ikhlas, selalu takut dan waspada, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang Allah; dan penuntun untuk itu adalah ilmu. 

Allah yang Mahakuasa berfirman: Hanya orang-orang yang berilmu sajalah di antara para hambaNya yang benar-benar takut kepada Allah (QS Fathir[35:28).

8. KEJATUHAN MANUSIA BERILMU

Kewaspadaan dan kekhawatiran adalah warisan dari ilmu dan perangkatnya; ilmu adalah cahaya makrifat dan inti kepercayaan. 

Barang siapa yang tidak bersikap waspada bukanlah orang yang berilmu, bahkan meskipun ia dapat menangani masalah-masalah keilmuan yang paling pelik. 

Allah Swt. berfirman: Hanya orang-orang berilmu sajalah di antara para hambaNya yang benar-benat takut kepada Allah (QS Fathir [35]:28)
Orang-orang berilmu akan dijatuhkan oleh delapan perkara, yaitu bersifat rakus dan pelit, gemar pamer dan bersikap berat sebelah, suka dipuji-puji, suka menyelidiki hal-hal yang realitasnya tidak dapat mereka capai, suka sok aksi dengan berusaha menghiasi pembicaraan mereka dengan ungkapan-ungkapan yang berlebih-lebihan, tidak bersikap rendah-hati terhadap Tuhan, suka menyombongkan diri dan tidak bertindak sesuai dengan apa yang diketahuinya. 

Nabi Isa as. berkata "Yang paling menyedihkan di antara semua orang adalah dia yang dikenal karena ilmunya dan bukan karena amalan-amalannya." 

Nabi Saw. bersabda, "Janganlah kamu duduk dengan setiap orang yang sombong yang membawamu dari keyakinan pada keraguan, dari ketulusan kepada sikap suka pamer, dari kerendahan hati kepada kecongkakan, dari persahabatan kepada permusuhan, dan dari sikap suka menahan diri kepada sikap suka memperturutkan hawa nafsu. Dekatkanlah dirimu kepada orang yang berilmu, yang membawamu dari kecongkakan kepada kerendahan-hati, dari kesukaan untuk pamer kepada ketulusan, dari kesukaan memperturutkan hawa nafsu kepada usaha untuk menahan diri, dari permusuhan kepada persahabatan." 

Tidak ada orang yang patut menasehati orang lain, kecuali orang yang telah meninggalkan semua keburukan sifatnya dengan kejujurannya. Ia dapat melihat adanya kesalahan-kesalahan pembicaraan dan dapat mengetahui apa yang baik dari apa yang tidak baik, ketidaksempurnaan pemikiran, dan godaan dari diri dan angan-angannya. 

'Ali berkata, "Jadilah seperti dokter yang baik dan penyayang yang memberikan obat yang bermanfaat." Mereka bertanya kepada Nabi Isa as. "Dengan siapa hendaknya aku duduk, wahai Ruhullah?". "Dengan orang yang jika kamu melihatnya akan mengingatkanmu kepada Allah," jawabnya, "Dan yang pembicaraannya menambah ilmumu, dan yang amalan-amalannya membuatmu merindukan akhirat."

7. MENYERUKAN KEBAIKAN DAN MENCEGAH KEJAHATAN

Barang siapa belum membuang kecemasan-kecemasannya, disucikan dari kejahatan-kejahatan diri dan nafsu-nafsunya, mengalahkan setan, masuk ke dalam tuntunan Allah dan jaminan perlindunganNya, tidak dapat secara patut menganjurkan berbuat kebaikan dan melarang menghindari kejahatan; dan karena ia belum memiliki sifat-sifat tersebut, maka apapun usaha yang dilakukannya untuk menganjurkan ke berbuat kebaikan dan melarang menghindari kejahatan akan menjadi bukti yang justru memberatkannya, dan orang-orang tidak mendapat manfaat darinya. 

Allah Swt. berfirman: Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan, sedangkan kamu mengabaikan (kewajiban)mu sendiri...(QS Al-Baqarah [2]:24) 

Barang siapa yang melakukan hal itu diperingatkan demikian : "Hai pengkhianat! Apakah kamu meminta dari ciptaanKu apa yang kamu sendiri menolaknya dan mengendurkan tali-tali kekang (dalam hal ini) terhadap dirimu sendiri?" 

Dikisahkan bahwa Tsa'labah Al Asadi bertanya kepada Rasulullah Saw mengenai ayat ini: "Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu masing-masing dari perbuatan maksiat. Tidak akan membayahakan kepadamu orang-orang yang sesat itu apabila kamu betul-betul mengikuti jalan yang benar." (QS Al-Maidah [5]:105 

Rasulullah kemudian bersabda, "Anjurkanlah kebaikan dan laranglah kejahatan, dan tabahlah menghadapi apapun yang menimpamu, sampai tiba waktunya ketika kamu melihat kekejaman di patuhi dan nafsu diperturutkan, dan ketika setiap orang bersikeras mempertahankan pendapatnya sendiri dengan sombongnya. Maka hendaklah kamu memprihatinkan dirimu sendiri dan mengabaikan persoalan orang-orang lain." 

Seseorang yang menganjurkan berbuat kebaikan perlu mengetahui benar-benar apa yang di perbolehkan dan apa yang dilarang. Ia harus terbebas dari kecendrungan-kecendrungan pribadinya menyangkut apa yang ia anjurkan dan ia larang, memberikan nasihat-nasihat yang baik kepada orang-orang lain, bersikap pengasih dan penyayang kepada mereka, dan memperlakukan mereka dengan lembut dan sopan-santun, sementara tetap mengakui sifat-sifat mereka yang berlainan sehingga ia dapat menempatkan mereka pada tempatnya masing-masing yang sesuai. 

Ia harus mengenal segala tipu daya diri dan cara kerja setan. Ia harus sabar menghadapai apa pun yang menimpa dirinya, dan tidak boleh mengambil keuntungan dari orang-orang yang diajarinya, atau mengeluh tentang mereka. Ia tidak boleh menyalahgunakan semangat semangat atau nafsu. Ia tidak boleh marah semaunya sendiri. 

Ia harus menunjukkan niatnya kepada Tuhan semata-mata, dan memohon pertolonganNya serta mengharapkanNya. Tetapi jika orang-orang menentangnya dan bersikap kasar padanya, ia harus bersabar; dan jika mereka setuju dengannya dan menerima anjuran-anjurannya, ia harus bersyukur, mempercayakan segala persoalannya kepada Tuhan dan melihat pada kelemahan-kelemahan dirinya sendiri.

6. MEMBERIKAN PENILAIAN

Memberikan penilaian tidak diperkenankan bagi seseorag yang tidak dikaruniai oleh Allah dengan sifat-sifat kesucian batin, ketulusan, baik dalam tindakan-tindakannya yang tersembunyi maupun terlihat dan suatu bukti dari Tuhannya dalam setiap keadaan.

Hal itu karena siapapun yang memberikan penilaian berarti telah membuat keputusan, dan keputusan itu baru sah jika diridhai oleh Tuhan dan oleh bukti_Nya.

Barang siapa bersikap bebas dalam penilaiannya, tanpa melakukan penyelidikan yang semestinya, ia adalah orang yang bodoh dan akan ditegur karena kebodohannya serta akan dibebani dengan penilangnya sebagaimana yang dinyatakan dakam hadis: Ilmu ibarat seberkas cahaya yang dimasukkan Tuhan ke dalam hati siapapun yang Dia kehendaki. 

Nabi Saw. bersabda, "Yang paling berani di antara kamu dalam menilai adalah ia yang paling kurang ajar terhadap Allah".

Tidakkah hakim itu mengetahui bahwa ia merupakan orang yang berdiri di antara Allah dan hamba-hambaNya dan bahwa ia melayang-layang di antara surga dan neraka?

Sufyan ibn 'Uyaynah berjata, "Bagaimana mungkin ada orang lain dapat mengambil manfaat dari pengetahuanku jika aku sendiri telah menyangkal manfaatnya?"

Adalah tidak pantas bagi seseorang untuk memberikan penilaian tentang apa yang dihalalkan dan apa yang diharamkan di antara segala ciptaan, kecuali bagi seseorang yang menyebabkan masyarakan di masanya, di desanya dan di kotanya, untuk mengikuti kebenaran melalui kepatuhan kepada Nabi Saw, dan yang mengetahui apa yang dapat diterapkan dari penilaiannya.

Nabi Saw. bersabda, "Karena memberikan penilaian merupakan suatu masalah yang sangat penting, yang di situ tidak ada tempat untuk 'semoga', 'barangkali', atau 'mungkin'".

Amir Al'Mu'minin berkata kepada seorang hakim "Tahukah kamu perbedaan antara ayat-ayat Al-Quran yang membatalkan (nasikh) dan yang dibatalkan (mansukh)?" "Tidak".
"Berarti kamu telah binasa dan menyebabkan orang lain binasa pula," sahut Amir Al-Mu'minin.

Seorang hakim perlu mengetahui berbagai makna Al-Quran, kebenaran jalan kenabian (nubuwwah), tanda-tanda batin, kesopan-santunan, persetujuan dan pertentangan, serta mengetahui secara benar dasar-dasar dari apa yang mereka setujui dan tidak mereka setujui. Lalu ia juga harus dapat membedakan secara tepat, bertindak terpuji, bijaksana, dan waspada. Jika ia memiliki sifat-sifat tersebut, maka bolehlah ia menjadi hakim.

5. JALAN MENUJU ALLAH

Ilmu adalah dasar setiap kemuliaan dan puncak kedudukan yang tinggi. Itulah sebabnya mengapa Nabi Saw. bersabda, "Sudah merupakan kewajiban dari setiap muslim, pria maupun wanita, untuk mencari ilmu." yaitu ilmu mengenai bertakwa dan berkeyakinan.

Imam 'Ali berkata, "Carilah ilmu, meskipun sampai ke negeri Cina." yang berarti ilmu untuk memahami diri--yang didalamnya terkandung ilmu tentang Tuhan.

Nabi Saw. bersabda, "Barang siapa yang mengenal dirinya sendiri berarti dia mengenal Tuhannya; lebih-lebih, kamu hendaknya memiliki ilmu yang tanpa itu tidak ada tindakan yang dapat dibenarkan, dan itu adalah ketulusan (ikhlash)...Kami berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat." yaitu ilmu yang bertentangan dengan tindakan-tindakan yang dilakukan dengan ketulusan.


Ketahuilah bahwa sejumlah besar tindakan, sebab ilmu tentang Hari Akhir menuntut orang yang memiliki ilmu semacam itu untuk bertindak sesuai dengannya sepanjang masa hidupnya.


Nabi Isa a.s. berkata, "Aku melihat sebuah batu yang di atasnya tertulis, "Baliklah aku." maka aku membalikkannya. Tertulis di batu itu, "Barang siapa tidak bertindak sesuai dengan apa yang diketahuinya, dan pengetahuannya sendiri akan berbalik menentangnya."


Allah mewahyukan kepada Dawud a.s. "Hal terkecil yang akan Kulakukan terhadap seseorang yang memiliki pengetahuan, tetapi tidak bertindak sesuai dengan pengetahuan itu adalah menganggap pengetahuannya lebih buruk daripada tujuh puluh hukuman batin yang merupakan akibat dari kehendakKu untuk menghilangkan dari hatinya kebahagiaan dalam mengingatKu."

Tidak ada jalan untuk mencapai Allah kecuali melalui ilmu. Dan ilmu merupakan perhiasan bagi manusia di dunia ini dan di akhirat nanti menuntunnya menuju Surga dan dengan sarana itu dia memperoleh ridha Allah.

Orang yang benar-benar mengetahui adalah ia yang di dalam dirinya terkandung tindakan-tindakan terpuji, permohonan-permohonan yang murni, kejujuran dan kewaspadaan berbicara dengan bebas, bukan di lidahnya, debat-debatnya, perbandingan-perbandingannya, penegasan-penegasan maupun pernyataan-pernyataannya.

Di masa-masa sebelum ini, orang-orang yang mencari ilmu adalah mereka yang memiliki intelek, kesalehan, kebijaksanaan, kesederhanaan dan kewaspadaan; tetapi, dewasa ini kita melihat bahwa orang-orang yang mencari ilmu tidak memiliki sifat-sifat itu sama sekali.

Orang yang berpengetahuan membutuhkan intelek, kebaikan, kasih sayang, nasihat yangbaik, ketabahan, kesabaran, kepuasan dan kedermawanan; sementara siapapun yang ingin mempelajarinya memerlukan hasrat akan pengetahuan, kehendak, pengorbanan (dari waktu dan tenaganya), kesalehan, kewaspadaan, ingatn dan keteguhan hati.

4. ADAB BERJALAN

Bila kamu berakal, kamu harus teguh dalam pendirianmu dan tulus dalam niatmu sebelum kamu melangkah menuju tempat manapun, sebab sesungguhnya sudah merupakan sifat manusia untuk melewati batas dan melanggar hal-hal yang dilarang.
Hendaknya kamu merenung ketika berjalan dan mencatat segala keajaiban karya Tuhan kemana pun kamu pergi.
Jangan mengejek atau bersikap pongah ketika kamu berjalan.

Allah Swt. berfirman :
Janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan angkuh. (QS Luqman [31]:18)

Tundukkanlah pandanganmu dari apapun yang tidak sesuai dengan imanmu, dan ingatlah Allah sesering mungkin.

Ada sebuah hadis yang menyatakan bahwa tempat-tempat dimana nama Allah disebut oleh seseorang akan memberi kesaksian di hadapan Allah pada hari kiamat dan akan memohonkan ampunan bagi orang itu agar Allah membiarkannya memasuki taman Surga.

Janganlah berbicara berlebih-lebihan dengan orang-orang disepanjang jalan, sebab itu merupakan sikap yang buruk. Kebanyakan jalan merupakan jebakan dan tempat setan beraksi, maka janganlah kamu merasa aman dari tipuan-tipuannya.

Jadikanlah kedatangan dan kepergianmu sebagai sarana kepatuhan terhadap Allah, upaya untuk menyenangkan-Nya, sebab semua gerakanmu akan dicatat dalam kitab amalanmu, sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt. :
Pada hari ketika lidah, tangan dan kaki mereka memberikan persaksian terhadap diri mereka sendiri tentang apa yang telah mereka kerjakan. (QS Al-NUr[24]:24)
dan,

Setiap peruntungan buruk baik dari manusia itu Kami tetapkan bagai kalung yang terpasang di lehernya. (QS Al-Israa' [17]: 13)





3. MENUNDUKKAN PANDANGAN

Tidak ada yang lebih menguntungkan dibanding menundukkan pandangan bagi seseorang. Sebab penglihatan itu tidak ditundukkan dari segala hal yang dilarang Allah kecuali jika penyaksian keagungan dan kemuliaan itu telah sampai ke dalam hati.
Amir Al-Mu'minin 'Ali ibn Abi Thalib r.a. ditanya tentang apa yang dapat membantu seseorang untuk menundukkan pandangannya.

Beliau berkata, "Kepasarahan pada kekuasaanNya yang mengetahui segala rahasiamu. Mata adalah pancaran hati dan cerminan akl; karena itu tundukkanlah pandanganmu dari apa pun yang tidak disukai oleh hatinya dan dari apa pun yang dianggap oleh akalmu tidak patut."

Nabi Saw. berkata, "Tundukkanlah matamu dan kamu akan melihat keajaiban-keajaiban."

Allah Swt. berfirman :
Katakanlah kepada kaum pria yang beriman, bahwa hendaknya menundukkan pandangan matanya dan menjaga kehormatannya. (QS Al-Nur [24]:30)

Nabi Isa a.s. berkata kepada murid-muridnya, "Waspadalah untuk tidak melihat hal-hal yang dilarang, sebab itu merupakan benih nafsu dan menuntun kepada perilaku yang menyimpang."
Seorang bijak berkata, "Aku lebih memilih kematian daripada memandang sesuatu yang tidak perlu."

Abdullah ibn Mas'ud berkata kepada seorang pria yang telah mengunjungi seorang wanita pada saat wanita itu sakit, "Akan lebih baik bagimu untuk kehilangan matamu daripada mengunjung wanita yang sakit itu."

Setiap kali mata melihat pada sesuatu yang dilarang, sesimpul nafsu diikatkan pada hati orang tersebut, dan simpul itu hanya dapat dilepaskan melalui salah satu dari dua syarat ini: dengan menangisi dan menyesalinya dalam tobat yang sungguh-sungguh, atau dengan memiliki apa yang dihasratkannya dan dilihatnya.

Dan jika seseorang memilikinya dengan cara yang tidak adil tanpa tobat, maka hal itu membawanya kepada Api (neraka). Sedangkan bagi orang yang bertobat darinya dengan penuh kesedihan dan penyesalan, tempatnya adalah di dalam taman Surga (raudhah al-jannah) dan dia menjadi kesayangan Allah.

2. HAKIKAT PENGHAMBAAN


Penghambaan merupakan suatu esensi, yang hakikat batiniahnya adalah ketuhanan (rububiyah). Apapun yang tidak terdapat dalam penghambaan ada pada ketuhanan, dan apapun yang terselubung dari ketuhanan dapat dilihat dalam penghambaan. 

Sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt :

Akan kami perlihatkan kepada mereka dalil-dalil kekuasaan Kami di segenap penjuru alam dan pada dirinya sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa yang Kami wahyukan itu adalah benar. Belum cukupkah bahwa Tuhanmu menyaksikan segala-galanya ? (QS Fus-shilat [41]:53)

Hal itu berarti bahwa Dia ada, baik ketika kamu hadir maupun tidak.

Penghambaan berarti membebaskan diri dari segala sesuatu, dan jalan untuk mencapai ini adalah dengan menjauhkan diri dari apa yang dihasratkannya dan menanggung apa yang tak disukainya.
 
Kunci untuk itu adalah meninggalkan tidur, suka mengasingkan diri, dan mengikuti jalan untuk mengenali kebutuhan Allah.
Nabi berkata, "Sembahlah Allah seolah-olah kamu melihatNya. Bahkan jika kamu tidak melihatNya, maka Dia akan melihatmu"

Huruf-huruf dari bahasa Arab untuk "hamba" ('abd) ada tiga, yaitu 'ayn, ba' dan dal.
'Ayn adalah pengetahuan ('ilm) seseorang mengenai Allah.
Ba' adalah jarak (baun) seseorang dari yang selain Dia.
Dal adalah kedekatan (dunuw) seseorang denganNya tanpa adanya hijab atau selubung.
Prinsip-prinsip tingkah laku mengandung empat aspek, sebagaimana yang telah kami kemukakan pada bab pertama.

1. PENGHAMBAAN ('UBUDIYAH)

Akar-akar tingkah laku itu memiliki empat aspek, yaitu :
1. Tingkah laku terhadap Allah Swt
2. Tingkah laku terhadap diri sendiri
3. Tingkah laku terhadap makhluk (orang-orang lain)
4. Tingkah laku terhadap dunia ini

Setiap aspek tersebut didasarkan atas tujuh prinsip, sebagaimana juga ada tujuh prinsip tingkah laku terhadap Allah Swt, yaitu :

1. Memberikan hakNya kepadaNya
2. Menjaga batas-batasNya
3. Bersyukur atas karuniaNya
4. Patuh kepada titahNya
5. Sabar menghadapi cobaan-cobaanNya
6.Memuliakan kesucianNya
7. MerindukanNya

Tujuh prinsip tingkah laku terhadap diri sendiri adalah :

1. Merasa takut
2. Mau berjuang
3. Kuat menahan kesulitan
4. Memiliki disiplin spiritual
5. Selalu mencari kebenaran dan keikhlasan.
6. Meenjauhkan diri dari apa-apa yang dicintainya
7. Menjalani kehidupan dalam kemiskinan (faqr)

Tujuh prinsip tingkah laku terhadap penciptaan adalah :
1. Menahan hawa nafsu
2. Suka memaafkan
3. Kerendah-hatian
4. Kemurah-hatian
5. Perasaan haru
6. Nasihat yang baik
7. Keadilan dan kejujuran

Tujuh prinsip tingkah laku terhadap dunia ini adalah :

1. Merasa puas dengan apa yang telah dimiliki
2. Lebih suka pada yang dapat diperoleh daripada yang tidak
3. Menghindar dari pencarian akan apa yang sukar ditangkap
4. Membenci segala hal yang berlebihan
5. Lebih suka menahan nafsu (zuhud)
6. Mengenal kejahatan-kejahatan dunia ini dan menjauhinya
7. Meniadakan pengaruh kejahatan dunia ini

Jika semua sifat tersebut telah ada pada diri seseorang, maka dia menjadi salah seorang dari golongan pilihan Allah, salah seorang hamba dan sahabat dekatNya (auliya')