FIQH AL-KHULAFA’ AL-RASYIDIN: FIQH PENGUASA

Seorang laki-laki datang menemui ‘Umar bin Khathab: “Saya
dalam keadaan junub dan tidak ada air.” Maksud kedatangannya
untuk menanyakan apakah ia harus shalat atau tidak.

‘Umar menjawab, “Jangan shalat sampai engkau mendapatkan air.”
‘Ammar bin Yasir berkata pada ‘Umar bin Khathab: “Tidakkah
Anda ingat. Dulu –engkau dan aku– pernah berada dalam
perjalanan. Kita dalam keadaan junub. Engkau tidak shalat,
sedangkan aku berguling-guling di atas tanah. Aku sampaikan
kejadian ini kepada Rasulullah saw. Dan Nabi berkata, cukuplah
bagi kamu berbuat demikian.”

Mendengar demikian Umar menegur ‘Ammar: “Ya Ammar, takutlah
pada Allah”, Kata Ammar, “Ya Amir al-Mu’minin, jika engkau
inginkan, aku tidak akan menceritakan hadits ini selama engkau
hidup.” [1]

12. ADAB MEMBACA AL-QURAN

Barang siapa membaca Al-Quran dan tidak merendahkan dirinya di hadapan Allah, yang hatinya tidak melembut, atau tidak menyesali dan tidak diliputi rasa takut, berarti ia memandang rendah luarnya kuasa Tuhan dan jelas berasa dalam kesesatan.

Orang yang membaca Al-Quran membutuhkan tiga hal, yaitu hati yang dipenuhi rasa takut, tubuh yang tenang dan siap menerima, dan tempat yang patut untuk membaca. Jika hatinya merasa takut kepada Allah, setan yang terkutuk akan menjauh darinya, sebagaimana firman Allah: Jika kamu membaca Al-Quran, berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk. (QS Al-Nahl [16]:98) 

Ketika seseorang telah membebaskan dirinya dari segala gangguan, hatinya tentu akan tercurahkan kepada pembacaan itu, dan tak ada sesuatupun yang akan menghalanginya untuk meraih rahmat dari cahaya Al-Quran dengan segala manfaatnya. 

Jika menemukan sebuah tempat yang kosong dan menjauhkan diri dari orang-orang lain, setelah berhasil memenuhi dua syarat--yaitu kerendahan hati dan ketenangan jasmani--maka jiwa dan batinnya yang paling dalam akan merasakan penyatuan dengan Allah. Ia akan menemukan kebahagiaan lewat cara Allah berbicara dengan hamba-hambaNya yang berlaku benar, bagaimana Dia menunjukkan kelembutanNya kepada mereka, dan memilih mereka dengan segala tanda-tanda kemuliaan dan isyarat-isyarat keajaibanNya. 

Jika ia minum segelas dari minuman kebahagiaan itu, ia tidak akan memilih keadaan yang selain itu atau lebih menyukai itu dibanding amal kepatuhan dan ketaatan yang manapun, sebab disitu terkandung keintiman pembicaraan dengan Allah, tanpa ada perantara. 

Maka berhati-hatilah dengan caramu membaca kitab Tuhanmu, pelindung yang kepadaNya kamu menyembah, bagaimana kamu menanggapi perintah-perintahNya dan menghindari larangan-laranganNya, dan bagaimana kamu mematuhi batas-batasNya, sebab itu adalah kitab yang sangat hebat : "Tidak ada ada pemalsuan didalanya, sejak semula hingga seterusnya, diturunkan dari hadirat Yang Mahabijaksana dan Tumpuan Puji. (QS Fushilat [41]:42) 

Karena itu bacalah ia dengan cara yang tertib dan renungkanlah isinya, dan patuhilah batas-batas dari janji dan ancamanNya. 

Pikirkanlah contoh-contoh dan peringatan-peringatannya. Hati-hatilah agar tidak meremehkan pembacaan huruf-hurufnya dan jangan lupa untuk mempelajari batasan-batasan hukum yang terkandung di dalamnya.

11. MENINGGALKAN RUMAH

Ketika kamu meninggalkan rumah, lakukanlah hal itu seakan-akan kamu tidak akan kembali. Hendaklah kamu pergi semata-mata demi mematuhi perintah Allah atau demi keyakinan itu. Tetaplah tenang dan bermartabat dalam bersikap, dan ingatlah Allah baik secara diam-diam maupun terang-terangan. 

Salah seorang sahabat Abu Dzarr  bertamu ke rumah Abu Dzarr. Tapi Abu Dzarr tidak ada dirumah dan ia hanya bertemu dengan seorang wanita yang merupakan keluarga Abu Dzarr. 

Ia pun bertanya kepada wanita itu tentang Abu Dzarr. Wanita itu menjawab, "Dia pergi ke luar." Ketika orang itu bertanya lagi kapan Abu Dzarr kembali, wanita itu menjawab, "Kapan dia kembali itu bergantung pada orang lain." sebab Abu Dzarr  tidak memiliki kekuatan sendiri. 

Belajarlah dari ciptaan Allah, baik yang taat maupun yang ingkar, ke mana pun kamu pergi. Mohonlah kepada Allah agar menempatkanmu di antara hambaNya yang tulus dan jujur, dan agar menyatukanmu dengan orang-orang yang telah berpulang, serta agar menempatkanmu bersama mereka. Pujilah Dia, dan bersyukurlah atas telah berhasilnya kamu menghindari nafsu-nafsu karena pertolonganNya, dan perbuatan-perbuatan buruk orang-orang yang telah bersalah yang darinya Dia telah melindungimu. 

Tundukkanlah pandanganmu dari nafsu-nafsu duniawi dan hal-hal yang diharamkan, dan carilah jalan yang benar dalam perjalananmu. 

Bersikaplah waspada, takutlah kepada Allah dalam setiap langkahmu, seolah-olah kamu melewati jalan yang lurus. Jangan merasa bingung. 

Ucapkanlah salam kepada makhluk ciptaanNya, baik kamu mengucapkannya terlebih dahulu maupun menjawab salam itu. 

Berikanlah pertolongan kepada orang-orang yang memintanya untuk tujuan yang benar. 

Tunjukkanlah jalan kepada mereka yang tersesat dan abaikanlah orang yang bodoh. 

Ketika kamu kembali ke rumahmu, masuklah sebagai sesosok mayat yang memasuki kubur, yang dipikirkannya hanyalah menerima belas kasihan dan ampunan dari Allah.

10. MAKNA SYUKUR

Lewat setiap tarikan napas yang kamu hirup, suatu rasa syukur wajib tertanam di dalam hatimu--sesungguhnyalah, seribu rasa syukur atau bahkan lebih. Tingkat terendah rasa syukur adalah menyadari bahwa rahmat itu berasal dari Allah, lepas dari apapun penyebabnya, dan tanpa hatimu terpaku pada penyebab tersebut. 

Itu berarti merasa puas dengan apa yang diberikan oleh Nya; yaitu tidak mengingkari rahmatNya, atau menentangNya disebabkan rahmatNya itu. Jadilah seorang hamba yang tahu bersyukur kepada Allah dalam segala hal, dan kamu akan mendapati bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Pemurah dalam segala hal. 

Jika memang ada suatu cara yang dapat ditiru untuk beribadat kepada Allah bagi hambaNya yang paling taat, yang lebih baik daripada bersyukur pada tiap kesempatan, maka Dia akan menganggap cara peribadatan itu melebihi segala ciptaan yang lain. 

Karena tidak ada bentuk peribadatan yang lebih baik daripadanya, Dia telah memilih cara peribadatan dari cara-cara peribadatan yang lain, dan telah memilih mereka yang mengamalkan cara peribadatan itu dengan berfirman: Hanya sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang tahu bersyukur. (QS Saba'[34]:13) 

Rasa syukur yang sempurna berarti secara tulus menyesali ketidakmampuanmu untuk menyampaikan rasa terima kasihmu yang paling kecil, dan mengungkapkan itu dengan memuliakan Tuhan secara ikhlas. 

Hal itu terjadi karena menyampaikan rasa terima kasih itu sendiri merupakan suatu rahmat yang diberikan kepada hamba Allah yang untuk itu ia pun wajib berterima kasih; sikap seperti itu jelas mengandung kebaikan yang lebih besar dan tingkatan yang lebih tinggi daripada rahmat sebelumnya yang mendorongnya untuk menyampaikan terima kasih lebih dahulu. 

Oleh karena itu, setiap kali seseorang mengucapkan terima kasih, dia wajib mengucapkan terima kasih besar, dan demikian seterusnya tanpa ada batasnya (la nihayah), dan semua itu dilakukannya sementara ia terserap dalam rahmat-rahmatNya dan tidak mampu mencapai tingkat kesyukuran tertinggi. 

Sebab bagaimana mungkin seorang hamba dapat menyamakan rasa syukurnya dengan segala rahmat dari Allah, dan kapan ia dapat menyamakan tindakannya sendiri dengan tindakan Allah sedangkan selama itu hamba tersebut lemah dan tidak mempunyai kekuatan sama sekali, kecuali kekuatan yang berasal dari Allah ? 

Allah tidak membutuhkan kepatuhan hamba-hambaNya, sebab Dia mempunyai kekuatan untuk menambah rahmat itu selamanya. Karena itu, jadilah hamba yang tahu bersyukur kepada Allah, dan dengan cara tersebut kamu akan menyaksikan keajaiban-keajaiban.

9. MENJAGA DIRI (RI'AYAH)

Barang siapa menjaga hatinya dari ketidakpedulian, melindungi dirinya dari nafsu, menjaga akalnya dari kebodohan, akan dikumpulkan bersama golongan orang yang waspada. 

Dan orang yang melindungi pengetahuanya dari khayalan, keyakinannya dari bid'ah, dan hartanya dari hal-hal yang dilarang, akan berada bersama orang-orang yang berbudi lurus. Rasulullah Saw. bersabda, "Merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, untuk mencari ilmu," yaitu pengetahuan tentang diri. 

Oleh sebab itu, penting bagi seseorang untuk selalu mengungkapkan rasa syukurnya atau mengakui kelemahannya karena kurang bersyukur. Jika ini dapat diterima oleh Tuhan, maka akan menjadi kebaikan baginya, dan jika tidak maka akan merupakan keadilan baginya. 

Bagi setiap orang adalah penting untuk berusaha agar berhasil dalam amalan-amalan kepatuhannya, dan agar terlindung dalam usahanya untuk menahan diri dari melakukan hal-hal yang berbahaya. Dasar dari semua itu adalah pengakuan akan kebutuhan dan kebergantungan yang menyeluruh terhadap Allah, yaitu kewaspadaan dan kepatuhan. 

Kunci untuk itu adalah dengan menyerahkan segala persoalanmu kepada Allah, memupus harapan dengan selalu mengingat kematian, dan menyadari bahwa kamu berdiri di hadapan Yang Mahakuasa. Hal itu akan membuatmu terbebas dari kekangan, terselamatkan dari ancaman musuh, dan menemukan kedamaian diri. Sarana untuk mencapai ketulusan dalam kepatuhan adalah keselarasan, dan akar dari semua itu adalah sikap diri yang menganggap hidup itu hanya sementara, seakan-akan besok kita akan mati. 

Rasulullah Saw. bersabda, "Dunia ini hanya berlangsung selama satu jam saja, maka gunakanlah waktu itu untuk mematuhi perintah Tuhanmu." Pintu untuk memasuki semua itu adalah sikap selalu menarik diri dari dunia dengan terus menerus merenung. 

Sarana untuk menarik diri dari dunia ini adalah dengan berpuas diri, dan meninggalkan masalah-masalah eksistensial yang tidak menyangkut dirimu. Sarana untuk merenung adalah dengan meniadakan diri (tidak mempunyai nafsu), dan untuk menunjang peniadaan diri itu adalah dengan berpantang. 

Agar sempurna dalam berpantang diperlukan tindakan pencegahan dan pintu menuju pencegahan adalah rasa takut. Bukti rasa takut adalah sikap memuliakan Allah, kesetiaan untuk mematuhi perintah-perintahNya dengan ikhlas, selalu takut dan waspada, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang Allah; dan penuntun untuk itu adalah ilmu. 

Allah yang Mahakuasa berfirman: Hanya orang-orang yang berilmu sajalah di antara para hambaNya yang benar-benar takut kepada Allah (QS Fathir[35:28).