يُخَادِعُونَ اللّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنفُسَهُم وَمَا يَشْعُرُونَ
Mereka (bermaksud) menipu Allah dan orang-orang yang beriman,
padahal tiadalah yang mereka tipu kecuali dirinya sendiri, cuma mereka
tidak menyadari.
Maksud yang mereka pendam di benaknya inilah yang menyebabkan
golongan manusia jenis ketiga ini mendapat catatan penting dari
al-Qur’an. Karena, sejujurnya, kebohongan bisa kita temukan dimana-mana
dan di setiap saat.
Orang yang mendua antara perkataan dan hatinya
dengan mudah kita jumpai di sekitar kita. Tetapi manusia yang dibincang
oleh ayat 8 hingga ayat 20, lain daripada yang lain. Al-Qur’an di
berbagai kesempatan menyorot mereka secara vulgar dan dengan
penggambaran yang telanjang. Bahkan Kitab Suci ini membahasnya secara
lengkap di satu surat, yang diberi nama Surat al-Munafiqun (63).
Coba perhatikan betapa sangarnya “maksud” yang mereka pendam itu: hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman.
Tidak tanggung-tanggung, yang mereka mau tipu bukan istri, bukan suami,
bukan teman, bukan majikannya, tetapi Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan
yang Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui. Hebat sekali.
Artinya, kalau Allah saja mereka berani tipu, apalagi kalau cuma sesamanya manusia. Bisa dipastikan, proyek mereka itu pasti bukan proyek kecil-kecilan.
Di ayat ini Allah menyandingkan diri-Nya dengan orang-orang yang
beriman. Ini berarti orang yang beriman yang dimaksud pasti bukan dalam
pengertiannya yang predikatif, bukan sekedar penyandang gelar “orang
beriman”.
Penyandingan dirinya dengan orang beriman menunjukkan bahwa
orang beriman yang dimaksud bukan orang sembarangan, melainkan mereka
yang menenggelamkan seluruh cita-cita hidupnya ke dalam bahtera
penegakan Pemerintahan Allah di dalam dada-dada manusia.
Mereka yang
telah mengidentifikasi dirinya secara istiqomah bersama shiratal-ladzyna an’amta ‘alayhim (1:7)—yaitu para nabi, shiddiqyn, syuhada, dan orang-orang saleh. Maka yang dimaksud dengan “menipu Allah dan orang-orang yang beriman”
ialah menipu cita-cita mereka agar cita-cita mereka tersebut tidak
terwujud di muka bumi, sehingga para penipu ini tetap bisa berkeliaran
dengan merusak dan memperdaya manusia.
“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia (sungguh) memukau(hati)mu; dan dipersaksikannya kepada Allah (akan kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang (agama) yang paling keras. Dan apabila ia pergi (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk merusakkannya, dan menghancurkan tetumbuhan serta binatang ternak. Dan Allah tidak menyukai kerusakan.” (2:204-205)
“Jika kalian berbuat baik (berarti) kalian berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kalian berbuat jahat maka kejahatan itu (pun) bagi dirimu sendiri…” (17:7).
Sehingga, pada dasarnya tidak ada pelaku
kejahatan yang berhasil. Karena hakikatnya mereka hanya menipu diri
sendiri. Penjelasannya: tidak ada perbuatan bertujuan yang terjadi
secara refleksif; semua perbuatan bertujuan—sebelum jadi
perbuatan—pertama kali muncul di hati pelakunya. Namanya niat atau
rencana. Dan karena hati sifatnya nonmateri, maka baru niat atau rencana
saja pun sudah sama pengaruhnya (terhadap jiwa) dengan melakukannya
secara aktual.
Maka menyimpan niat atau rencana jahat pun sudah
menghancurkan jiwa pelakunya. Semakin banyak dan semakin sering kita
berniat jahat semakin rusak jiwa kita. Sementara yang disebut bahagia
ialah saat jiwa hanya dihuni oleh niat baik. Semakin banyak kita berniat
baik semakin tinggi tingkat kebahagiaan yang dirasakan.
Bahwa, dari kejahatan kita tersebut ada orang lain yang jadi
korbannya; betul. Tetapi, ketahuilah, para korban inilah nantinya yang
akan menuntut di hadapan Allah:
"Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka". (7:38)
Problem terbesar dalam diri manusia, kaitannya dengan perbuatan, adalah “kesadaran” (Arab: syu’uwr, Inggeris: feeling, sentiment, awareness).
Karena sangat jamak terjadi dimana perbuatan mendahului kesadaran (akan
risiko atau dampak) dari perbuatan tersebut, bukan hanya oleh pelaku
perbuatan tersebut tapi juga oleh orang lain. Semakin sistematik suatu
perbuatan jahat semakin lama pula baru kelihatan dampak buruknya, juga
semakin sulit pula bagi masyarakat kebanyakan untuk mengenalinya. Dalam
konteks inilah, masyarakat atau massa paling sering jadi korbannya.
Perjalanan peradaban-peradaban adalah narasi timbul tenggelamnya
pelaku-pelaku kejahatan sistematis seperti ini. Kejahatan terhadap
kemanusiaan adalah cerita horror yang menghiasi halaman panjang
buku-buku sejarah kemanusiaan kita. Itulah diantara sebab nabi demi nabi
di utus, agama demi agama dihadirkan: وَمَا يَشْعُرُونَ [dan (sayangnya) mereka tidak menyadari]. Agar kejadian kelam seperti itu tidak terus-menerus terulang, maka kenalilah mereka dengan baik:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (bermaksud) menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (4:142)
Saudaraku,
Agar kesadaran Anda tidak didahului oleh perbuatan Anda, maka
simaklah secara saksama ayat demi ayat dari al-Qur’an. Karena di sana
Allah—Penguasa yang tak diikat oleh ruang dan waktu—menuntun Anda
menyambut masa depan yang masih ghaib oleh seluruh manusia. Kalau tidak,
jangan-jangan—tanpa Anda sadari—Anda adalah termasuk orang yang sedang
menipu Allah. Na’uzu billah…!!!
Coin Casino - How to get free coins & coins - Casinowed.com
BalasHapusCoin 샌즈카지노 Casino, also known as Coin Casino, is a relatively new crypto casino 인카지노 offering online casino games 제왕 카지노 that allow users to play for real money,