خَتَمَ اللّهُ عَلَى قُلُوبِهمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عظِيمٌ
Allah telah menutup qalbu, pendengaran, dan penglihatan mereka dengan sumbat. Dan bagi mereka azab yang besar.
Kalau ayat ini dilepaskan keterkaitannya dengan ayat sebelumnya, agama akan difahami secara salah. Seakan-akan Allah-lah yang paling bertanggungjawab atas orang yang tertutup pikirannya sehingga tidak mengikuti PETUNJUK. Dan tidak sedikit orang yang berpandangan seperti ini. Maka jangan pernah memperlakukan ayat ini berdiri sendiri. Ayat ini adalah kelanjutan dari ayat 6.Yaitu, Allah menutup qalbu, pendengaran
dan penglihatan mereka karena mereka sendirilah yang terlebih dahulu
memilih untuk menutup diri mereka terhadap kebenaran dengan cara
mengingkarinya.
“Dan (ingatlah) tatkala Musa berkata kepada kaumnya: ‘Hai kaumku, mengapa kalian menyakiti(hati)ku, padahal kalian mengetahui bahwasanya aku adalah Rasul Allah kepadamu?’ Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah(pun) memalingkan qalbu mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (61:5)
Dari sini kita lihat bahwa satu-satunya modal yang Allah berikan
kepada manusia adalah “kehendak”.
Manusia hanya berkehendak (untuk patuh
atau ingkar), selebihnya Allah-lah yang ‘melakukan’-nya. Semua
perbuatan manusia dan peristiwa yang terjadi di alam semesta, pada
hakikatnya Allah yang ‘melakukan’-nya.
“Dan Allah-lah yang menciptakan kalian dan apa-apa yang kalian lakukan." (37:96)
Karena perbuatan kita sekalipun adalah makhluk (ciptaan) Allah,
dan karena manusia hanya diberi kuasa atas “kehendak”-nya sendiri, maka
dengan serta-merta kita menyadari betapa pentingnya doa bagi manusia.
Kita perlu berdoa kepada-Nya sebab Dia-lah simpul segala kejadian dan
perbuatan. Dan karena Dia adalah simpul segala kejadian dan perbuatan,
maka Dia pulalah satu-satunya pemilik otoritas dan prerogatif atas
kejadian dan perbuatan tersebut.
“… Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (2:20)
"Menurut
pendapat kalian, jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta
menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya
kepadamu?" (6:46)
Untuk itu tidak ada cara lain kecuali datang bersimpuh di haribaan-Nya: tersungkur dan menangis.
“Apabila dibacakan ayātur-Rahman (ayat-ayat Allah) kepada mereka, mereka menyungkur sujud dan menangis. “ (19:58)
Nabi mengajarkan doa: “Ya
Allah, berikanlah PETUNJUK kepadaku dan luruskan jalanku. Jadikanlah
PRTUNJUK-Mu sebagai jalanku dan jadikan (pula) kelurusan jalanku selurus
anak panah.” (HR. Muslim)
Tiga kali Allah menyebut kata خَتَمَ (khatama, menutup) dalam al-Qur’an (2:7, 6:46, dan 45:23).
Dan tiga pula alat utama
kemanusiaan manusia yang selalu disebutnya: qalbu, pendengaran, dan
penglihatan. Hewan punya otak tapi tidak punya qalbu. Hewan punya
telinga tapi tidak punya pendengaran. Hewan punya mata tapi tidak punya
penglihatan. Ketiganya hanya ada pada manusia. (Otak-telinga-mata: hardware, jasmaniah; qalbu-pendengaran-penglihatan: software, ruhaniah). Hewan punya hardware tapi tidak punya software.
Apakah manusia benar-benar jadi manusia, sangat tergantung pada
terfungsikan tidaknya ketiga alat tersebut.
Dan karena ketiganya
bersifat ruhaniah, maka tentu nanti dikatakan berfungsi secara insani
apabila menjangkau hal-hal yang juga bersifat ruhaniah, yaitu alam ghaib—terutama sifat ghaibnya al-Kitab--(lihat komentar terhadap ayat 3).
“Dan sungguh Kami akan mengisi (neraka) Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, (karena) mereka mempunyai hati (tetapi) tidak dipergunakan memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan memperhatikan (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan menyimak (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai hewan ternak, bahkan lebih sesat (lagi). Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (7:179)
Lalu apa penyebab utama manusia tidak memfungsikan qalbu,
pendengaran, dan penglihatannya sebagaimana mestinya? Jawabannya: hawa
nafsu. Hawa nafsu adalah instrumen jasmani di dalam jiwa. Sehingga hawa
nafsu ini selalu menyenangi hal-hal yang bersifat biologis dan material.
Dan karenanya, melalui hawa nafsu inilah manusia tertipu oleh kehidupan
dunia.
Nafs (diri) yang dikuasai hawa inilah yang dimaksud Nabi Yusuf as di ayat ini: “Dan bukan aku yang membebaskan diriku (dari kesalahan), (karena) sesungguhnya nafs itu benar-benar mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafs) yang dirahmati oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (12:53)
Apabila hawa nafsu telah menguasai jiwa manusia, maka bukan
saja membuat mereka tersesat, tapi juga tidak ada yang bisa memberinya
PETUNJUK selain Allah.
“Apakah kamu pernah melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dimana Allah membiarkannya sesat melalui ilmu-Nya dan Allah menutup pendengaran dan qalbunya serta meletakkan sumbat pada penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?” (45:23)
Tidak ada siksaan (azab)
yang lebih besar di dunia ini ketimbang menjalani hidup dalam keadaan
tersesat dan berkeliaran seperti hewan ternak.
“Pernakah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Maka apakah kamu (Muhammad masih) pantas menjadi pelindungnya (kelak)? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu (masih) menggunakan pendengaran atau akal? (Tidak), mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (25:43-44)
Saudaraku,
Setiap kali menjumpai kawanan hewan ternak, jangan biarkan
pemandangan itu berlalu begitu saja. Perhatikanlah mereka baik-baik.
Apakah mereka merasa risih saat ada yang memperhatikan bagian-bagian
tubuhnya? Tentu tidak, karena mereka tidak punya qalbu, pendengaran, dan
penglihatan. Demikian pula manusi.. bila telah tertutup qalbu, pendengaran,
dan penglihatanya, akan seperti mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar